Tentang Sebuah Api Yang Berair
Beta
masih kenal sebuah api,
api yang
lahir dari satu pohon,
dia
turun ke tiga air batang.
Api yang
lahir oleh karena air.
Api yang
berair-air, itulah namanya.
Api yang
kelahirannya berulang-ulang,
disambut
mantra-mantra merdu yang direkam air,
dan
diteruskan oleh air,
dari
hulu ke hilir.
Api yang
berair-air, itulah namanya.
Api yang
bervakansi diiringi tarian-tarian,
tarian-tarian
parang, tarian-tarian salawaku.
Tarian-tarian
air, tarian-tarian moyang-moyang .
Yang
dijaga dari tiupan angin-angin,
dari
hena ke hena, aman ke aman, nusa ke nusa, pait ke manis.
Biar
lampu raja tenggelam meniduri lautan,
“masih
terang!”
Biar
bulan pake payong kehujanan,
“masih
sejuk!”
Sebab
beta masih terang dan sejuk dalam sebuah pelukan api yang berair.
Api yang
berair-air, itulah namanya.
Sampai
suatu ketika,
Beta
lihat dia di bendar, sudah duduk di kaderanya.
Dia
terang, dia menerangi beta punya jalan.
Dia
sejuk, dia menghapus beta punya dahaga.
Sebab,
dialah api yang berair-air.
Dia
menurunkan api dan air dari mulutnya,
tanpa
berpikir turunnya lewat tangan kanan atau kiri.
Sebab
itu, api yang terang, dan air yang sejuk,
tidak
pernah beta lihat dimanapun, cuma dia!
Api yang
berair-air itu telah lama ditumpahkan,
dia
tertumpah namun tak pernah habis-habis.
Dia akan
selalu ingin tumpah,
Selalu
ingin tumpah,
Untuk
menggenangi hatimu yang gelap, dan gerah itu.
Sebab
dialah api yang berair-air!